Potensi Asap Cair sebagai Pengawet Makanan
Limbah hasil pertanian memiliki potensi yang besar, salah satunya adalah pemanfaatan bahan berlignoselusosa untuk pembuatan asap cair. Asap cair merupakan hasil kondensasi atau pengembunan dari hasil pembakaran secara langsung maupun tidak langsung dari bahan bahan yang banyak mengandung lignin, selulosa, hemiselulosa atau karbon lainnya. Prinsip pembentukan asap cair sangat sederhana. Bahan berkayu di bakar (untuk mendapatkan asapnya) kemudian, asap di kondensasikan sehingga menjadi cair. Alat direkayasa sedemikian rupa agar dapat mencapai suhu maksimum 400°C. Sisa pirolisis berupa arang tempurung dapat dimanfaatkan sebagai arang aktif. Arang aktif juga memiliki nilai ekonomis yang tinggi yang dapat dimanfaatkan sebagai filter pada industri air mineral.
Teknologi pengolahan hasil perikanan secara tradisional cukup mendominasi kehidupan masyarakat yang tinggal di daerah perairan dan pantai, salah satunya adalah proses pengasapan. Teknik pengasapan cair merupakan teknik yang sudah lama dikenal yang dikembangkan kembali sebagai alternatif pengawetan ikan. Asap cair memiliki kemampuan sebagai bahan pengawet karena adanya asam, fenol dan alkohol yang sama dengan asap pembakaran kayu (Pszezola, 1995). Hal ini juga disampaikan oleh Darmadji (2002), bahwa asap cair mengandung fenol dan karbonil yang berperan sebagai pengawet, anti bakteri dan antioksidan. Asap cair dihasilkan dari pirolisis tempurung kelapa misalnya memiliki aktivitas antimikroba yang tinggi karena kandungan asam dan senyawa-senyawa fenol.
Penggunaan asap cair tempurung kelapa pada skala laboratorium juga cukup banyak dilakukan. Hasil penelitian Haras (2004) menyebutkan bahwa ikan cakalang yang direndam dalam asap cair tempurung kelapa 2% selama 15 menit dan disimpan pada suhu kamar mulai mengalami kemunduran mutu pada hari ke-4. Febriani (2006) melaporkan bahwa ikan belut yang direndam asap cair tempurung kelapa konsentrasi 30% selama 15 menit dapat awet pada suhu kamar sampai hari ke-9. Gumanti (2006) melaporkan bahwa mie basah yang dicampur asap cair tempurung kelapa konsentrasi 0,09% dalam adonannya dapat awet hingga 2 hari pada suhu kamar. Mahendradatta et al. (2006) juga melaporkan bahwa ikan kembung yang direndam dalam redistilat asap cair tempurung kelapa sebesar 1,55 mg/100g selama 30 detik dan dikombinasi dengan penambahan bumbu-bumbu, dapat meminimalkan kandungan histamin selama 20 hari penyimpanan pada suhu dingin (50°C). Menurut Siskos et al. (2007), asap cair komersial konsentrasi 2% dalam 2 liter air pengukus filet ikan trout (Salmo gairdnerii) yang dikombinasi dengan waktu pengukusan selama 30 menit dapat mengawetkan filet ikan trout sampai 25 hari pada suhu penyimpanan 4±10C. Filet ikan trout dengan kombinasi asap cair dan waktu pengukusan selama 45 menit dan 60 menit, dapat awet hingga 48 hari.
Berdasarkan hasil penelitian Budijanto et al. (2008), nilai LD50 asap cair tempurung kelapa lebih besar dari 15.000 mg/kg bobot badan mencit, sehingga dikategorikan sebagai bahan yang tidak toksik dan aman digunakan untuk produk pangan. Hasil tersebut didukung oleh identifikasi komponen asap cair tempurung kelapa dengan GC-MS yang menunjukkan bahwa terdapat 7 komponen yang dominan, yaitu 2-Methoxyphenol (guaiacol), 3,4-Dimethoxyphenol, Phenol, 2-methoxy-4-methylphenol, 4-Ethyl-2-methoxyphenol, 3- Methylphenol, dan 5-Methyl-1,2,3-trimethoxybenzene, dan tidak ditemukan senyawa PAH yang bersifat karsinogenik termasuk benzo[a]pyren.
Peluang dan Tantangan
Keuntungan penggunaan asap cair pada pengasapan ikan adalah aroma dari produk yang dihasilkan seragam, dapat menghemat pemakaian kayu sebagai sumber asap, dapat digunakan pada berbagai jenis bahan pangan, dapat mengurangi komponen yang berbahaya (Benzopyrene) karena asap cair yang digunakan telah melalui tahapan pemurnian sehingga kandungan Benzopyrenenya sangat rendah (Draudt, 1963; Maga, 1978; Pszczola 1995).
Keuntungan penggunaan asap cair menurut Maga (1987) antara lain lebih intensif dalam pemberian citarasa, kontrol hilangnya citarasa lebih mudah, dapat diaplikasikan pada berbagai jenis bahan pangan, lebih hemat dalam pemakaian kayu sebagai bahan asap, polusi lingkungan dapat diperkecil dan dapat diaplikasikan ke dalam bahan dengan berbagai cara seperti penyemprotan, pencelupan, atau dicampur langsung ke dalam makanan. Selain itu keuntungan lain yang diperoleh dari asap cair, adalah penggunaan asap cair yang diproses dengan baik dapat mengeliminasi komponen asap berbahaya yang berupa hidrokarbon polisiklis aromatis. Komponen ini tidak diharapkan karena beberapa di antaranya terbukti bersifat karsinogen pada dosis tinggi. Melalui pembakaran terkontrol, aging, dan teknik pengolahan yang semakin baik, tar dan fraksi minyak berat dapat dipisahkan sehingga produk asapan yang dihasilkan mendekati bebas Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAH) (Pszczola, 1995).
Sebagai bahan pengawet, asap cair memiliki banyak kelebihan, diantaranya kandungan fenol, karbonil dan asam. Kandungan Fenol dalam asap cair berperan sebagai antioksidan sehingga mencegah kerusakan yang dtimbulkan oleh proses oksidasi. Asam dalam asap cair akan mempengaruhi cita rasa, pH dan umur simpan produk yang diawetkan dengan asap cair. Sedangkan karbonil pada asap cair yang bereaksi dengan protein pada produk berpengaruh terhadap warna dari produk yang diawetkan dengan asap cair, sehingga akan menghasilkan penyeragaman warna dan rasa.
Pemurnian asap cair bertujuan untuk meminimalisir jumlah ter pada asap cair. Pemurnian tersebut dapat dilakukan dengan proses destilasi. Destilasi merupakan proses pemisahan suatu larutan berdasarkan perbedaan titik didihnya. Dengan menggunakan dasar bahwa beberapa komponen dapat menguap lebih cepat dari pada komponen yang lainnya. Pada proses destilasi asap cair, yang digunakan sebagai pengawet adalah destilatnya, yaitu bagian dari asap cair mentah yang mengalami penguapan. Menurut Darmaji (2002), suhu destilasi asap cair dapat dilakukan dari suhu 1000C hingga 1500C.
Dari penjelasan ini, diharapkan, adanya program jelas pengembangan produk pertanian organik kearah pengawetan dan alternatif sehingga nilai ekonomis bahan hasil pertanian dapat ditingkatkan.
Oleh Dr. agr. Wahyudi David, Dosen Ilmu dan Teknologi Pangan, Universitas Bakrie
Daftar Pustaka
Budijanto, S et al. 2008. Identifikasi Dan Uji Keamanan Asap Cair Tempurung Kelapa Untuk Produk Pangan. Jurnal Pascapanen 5(1) 2008: 32-40.
Darmadji, P. 2002. Optimasi Pemurnian Asap Cair dengan Metoda Redistilasi. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, Vol XIII no.3.
Febriani, R.A. 2006. Pengaruh konsentrasi larutan asap cair terhadap mutu belut (Monopterus albus) asap yang disimpan pada suhu kamar [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Gumanti, F.M. 2006. Kajian sistem produksi destilat asap tempurung kelapa dan pemanfaatannya sebagai alternatif bahan pengawet mie basah [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Haras, A. 2004. Pengaruh konsentrasi asap cair dan lama perendaman terhadap mutu fillet cakalang (Katsuwonus pelamis L) asap yang disimpan pada suhu kamar [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Himawati, E. 2010. Pengaruh Penambahan Asap Cair Tempurung Kelapa Destilasi Dan Redestilasi Terhadap Sifat Kimia, Mikrobiologi, Dan Sensoris Ikan Pindang Layang (Decapterus Spp) Selama Penyimpanan. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Maga, Y.A. 1987. Smoke in Food Processing. CSRC Press. Inc. Boca Raton. Florida. : 1-3;113-138.
Marasabessy, I. 2007 produksi asap cair dari limbah pertanian dan penggunaannya dalam pembuatan ikan tongkol (euthynnus affinis) asap. [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Mahendradatta, M. 2009. Pengaruh Pengeringan Tunggal dan Ganda pada Teknik Pengasapan Cair terhadap Perubahan Kandungan Histamin Ikan Kembung Perempuan (Rastrelliger Neglectus) Asap. Jurnal Sains & Teknologi, April 2009, Vol. 9 No. 1 : 8 – 17 ISSN 1411-4674.
Pszezola, D.E., 1995. Tour highlights production and uses of smoke base flavors. Food Tech. (49): 70-74.
Siskos, I., A. Zotos, S. Melidou and R. Tsikritzi. 2007. The effect of liquid smoking of fillets of trout (Salmo gairdnerii) on sensory, microbiological and chemical changes during chilled storage. Food Chem 101:458-464.
source: http://git-miti.com/potensi-asap-cair-sebagai-pengawet-makanan/