Ketahanan Pangan Indonesia

Awal tahun 2005, penduduk miskin di Indonesia mencapai 4 juta orang. Ketersediaan bahan pangan dan akses bahan pangan dibeberapa daerah tidak terpenuhi secara baik. Kebanyakan dari petani masih bergantung pada panen yang mengandalkan teknologi sederhana, tadah hujan, diperparah dengan penyempitan lahan serta lahan kritis. Tetapi berdasarkan data statistik menunjukan bahawa produksi bahan pangan terutama padi sekitar 57,1 ton, jagung 14,8 ton, dan kedelai 0,72 ton dengan lahan produktif sekitar 12,3 juta hektar untuk padi, 3,8 juta hektar untuk jagung,dan 0,54 juta hektar untuk kedelai. Sejak tahun 1999 sampai tahun 2006 produksi bahan pangan Indonesia masih stabil dengan angka 50-57 juta ton untuk padi. Sementara itu total konsumsi adalah sekitar 39,6 juta ton dengan asumsi konsumsi perkapita adalah sekitar 139 kg pertahun. Kalau berdasarkan data statistik maka dapat dikatakan keadaan pangan di Indonesia dapat tercukupi, namun demikian ada beberapa faktor lain yang menyebabkan krisis ketahanan pangan di beberapa daerah.
Ada 3 level yang harus diperhatikan untuk mengetahui penyebab terjadinya krisis pangan, pertama level produksi, penurunan luas lahan produktif karena pengalihan fungsi lahan untuk berbagai keperluan, kemarau panjang, ketersediaan benih, pengendalian hama terpadu, serta bencana alam, merupakan faktor dominan. Di level distribusi, perbedaan harga antara petani dan konsumen, tidak adanya transparansi di bidang distribusi, sistim transportasi yang tidak memadai, serta masih rendahnya teknologi paska panen. Di level konsumsi, kemiskinan merupakan faktor utama krisis ketahanan pangan tingkat rumah tangga, kurangnya keragaman pangan dan budaya makan.
Gejala krisis pangan dapat dideteksi dengan pola pangan harapan (PPH). Dengan metoda ini, maka krisis pangan di suatu wilayah dapat diketahui, sehingga dapat ditelusuri penyebab utama dari krisis pangan didaerah tersebut, dimulai dari produksi, distribusi ataupun konsumsi.

Bacaan:
Diolah dari BPS dan WFP

Postingan Populer